Kamis, 25 Juli 2013

Dulu

Selamat datang di era millennium! Pada masa ini, segala sesuatunya sudah terbilang mudah. Tidak perlu bersusah-susah teriak atau berlari-lari memanggil seseorang yang jauh di sana, kan ada yang namanya Handphone. Tinggal tekan tombolnya, dan kau pun terhubung dengan orang yang dimaksud. Apalah arti sebuah selat kecil yang memisahkan pulau Jawa dengan Madura, sudah ada jembatan besar nan kokoh sepanjang kira-kira 5 km  yang menghubungkannya. Tak perlu lagi repot-repot menumpang kapal untuk menyebrang. Komunikasi lintas negara bahkan benua pun menjadi sangat mudah dengan kehadiran ‘mahluk’ yang disebut ‘internet’.

Hoi, ternyata soal-soal sepele seperti makanan juga semakin mudah diperoleh. Kalau ingin memakan benda panjang keriting dari tepung terigu yang disebut mie, maka sudah tidak perlu lagi repot-repot menguleni adonan tepung terigu dan menarik-nariknya. Sudah ada yang namanya ‘mie instan’ di era ini. Bahkan benda-benda lain dengan embel-embel instan pun mulai bermuculan, seperti pop corn, bubur, pudding, bahkan si vla yang senantiasa menemani pudding. Boleh jadi nanti bisa ditemukan pizza instan, tinggal masukkan ke dalam benda ajaib bernama 'microwave', tunggu 3 menit, dan Ting! pizza lezat siap dihidangkan. who knows?

Ah, hebat sekali zaman ini bukan? Apalagi dengan teknologi dan ilmu pengetahuan yang terus berkembang pesat laksana rudal yang ditembakkan dengan kecepatan penuh. Semoga tidak perlu ada yang namanya Perang Dunia III. Karena tidak terbayangkan bukan, amunisi seperti apa yang akan digunakan dalam perang? Rudal dan bom atom pun mungkin sudah kalah seru, tergantikan oleh virus mematikan yang menyebar dan dalam sekejap menghabisi satu negara.

Sayangnya, aku tidak tahu, apakah lantas kemajuan teknologi itu menambah kearifan yang kita miliki pada Ibu Alam atau hanya menambah rasa tidak puas berkepanjangan. Aku tidak tahu, apakah lantas kemajuan teknologi menghilangkan harga dari sebuah kejujuran atau malah menjual mahal kata menang. Oi, jangan-jangan aku yang mengoceh begini justru sebenarnya ‘tidak tahu apa-apa’?

Sebenarnya yang meresahkanku adalah tentang kekayaan alam yang makin sedikit ini. Kalau aku mendengar mamaku bercerita tentang masa kecilnya, yang berkecamuk hanyalah rasa iri. Katanya, “Dulu waktu Mama masih kecil, kalau mau masak sayur apapun ga perlu beli. Tinggal nyari aja di kebon trus di masak deh. Buah juga sama. Kalau lagi main di kebon tuh kenyang, Nel, bisa mungutin buah trus langsung dimakan.” Aduhai, mana pernah aku bermain pada tanah luas berisi sayur-mayur dan buah-buahan begitu (paling di Mekarsari). Kebun-kebun itu sekarang sudah berganti, menjadi rumah-rumah yan dibangun berjejer rapi. Mencari rumah dengan kebun yang luas pun sudah terbilang sulit di kawasan Jakarta yang padat penduduk ini.

Yang terjadi pada hewan-hewan di hutan sana juga sama saja. Dulu, boleh jadi Indonesia memiliki tiga jenis harimau yang berbeda, Harimau Jawa, Harimau Sumatera, dan Harimau Bali. Sekarang? Jangan ditanya, tinggal satu spesies di Jawa ini yang masih ada dengan jumlah populasi yang tidak seberapa. Aku bahkan tidak memiliki kesempatan untuk melihat ketiganya secara langsung dan mengenali perbedaannya. Yang tinggal hanyalah bacaan pada buku teks, internet, serta ‘omongan’ para peneliti terdahulu. Mungkin harimau-harimau yang dulu bebas berlari itu sekarang sudah menjelma menjadi hiasan rumah, tas, sepatu, atau mantel hangat.

Aku jadi bertanya-tanya, apa aku juga akan menceritakan hal yang serupa pada anak-cucuku kelak? Hari ini boleh jadi aku menceritakan keindahan Pulau Condong di Lampung Selatan kepada kalian dengan mata berbinar-binar. Pasirnya yang putih, air lautnya yang bening, ikan-ikan kecil yang bermain di pinggiran pantai, bintang ular laut yang sibuk berputar, timun laut yang asik menggeliat.. Kira-kira itu semua akan bertahan sampai kapan? Jangan-jangan aku akan menambahkan banyak kata ‘dulu’ itu dalam ceritaku, “Dulu, waktu Mama masih SMA, Pulau Condong itu indak sekali, kak…”? Atau jangan-jangan lagi, anak-anakku bahkan tidak punya kesempatan untuk melihat betapa indah lorengnya harimau? Ugh, membayangkannya saja mengerikan.


Ah, hanya sebuah pemikiran yang ingin kubagikan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar