Selamat datang di era millennium! Pada masa ini, segala sesuatunya
sudah terbilang mudah. Tidak perlu bersusah-susah teriak atau berlari-lari
memanggil seseorang yang jauh di sana, kan ada yang namanya Handphone. Tinggal
tekan tombolnya, dan kau pun terhubung dengan orang yang dimaksud. Apalah arti
sebuah selat kecil yang memisahkan pulau Jawa dengan Madura, sudah ada jembatan
besar nan kokoh sepanjang kira-kira 5 km
yang menghubungkannya. Tak perlu lagi repot-repot menumpang kapal untuk
menyebrang. Komunikasi lintas negara bahkan benua pun menjadi sangat mudah
dengan kehadiran ‘mahluk’ yang disebut ‘internet’.
Hoi, ternyata soal-soal sepele seperti makanan juga semakin mudah
diperoleh. Kalau ingin memakan benda panjang keriting dari tepung terigu yang
disebut mie, maka sudah tidak perlu lagi repot-repot menguleni adonan tepung
terigu dan menarik-nariknya. Sudah ada yang namanya ‘mie instan’ di era ini.
Bahkan benda-benda lain dengan embel-embel instan pun mulai bermuculan, seperti
pop corn, bubur, pudding, bahkan si vla yang senantiasa menemani pudding. Boleh
jadi nanti bisa ditemukan pizza instan, tinggal masukkan ke dalam benda ajaib bernama 'microwave', tunggu 3 menit, dan Ting! pizza lezat siap dihidangkan. who knows?
Ah, hebat sekali zaman ini bukan? Apalagi dengan teknologi dan ilmu
pengetahuan yang terus berkembang pesat laksana rudal yang ditembakkan dengan
kecepatan penuh. Semoga tidak perlu ada yang namanya Perang Dunia III. Karena
tidak terbayangkan bukan, amunisi seperti apa yang akan digunakan dalam perang?
Rudal dan bom atom pun mungkin sudah kalah seru, tergantikan oleh virus mematikan yang
menyebar dan dalam sekejap menghabisi satu negara.
Sayangnya, aku tidak tahu, apakah lantas kemajuan teknologi itu
menambah kearifan yang kita miliki pada Ibu Alam atau hanya menambah rasa tidak
puas berkepanjangan. Aku tidak tahu, apakah lantas kemajuan teknologi menghilangkan
harga dari sebuah kejujuran atau malah menjual mahal kata menang. Oi,
jangan-jangan aku yang mengoceh begini justru sebenarnya ‘tidak tahu apa-apa’?
Sebenarnya yang meresahkanku adalah tentang kekayaan alam yang
makin sedikit ini. Kalau aku mendengar mamaku bercerita tentang masa kecilnya,
yang berkecamuk hanyalah rasa iri. Katanya, “Dulu waktu Mama masih
kecil, kalau mau masak sayur apapun ga perlu beli. Tinggal nyari aja di kebon
trus di masak deh. Buah juga sama. Kalau lagi main di kebon tuh kenyang,
Nel, bisa mungutin buah trus langsung dimakan.” Aduhai, mana pernah aku bermain
pada tanah luas berisi sayur-mayur dan buah-buahan begitu (paling di
Mekarsari). Kebun-kebun itu sekarang sudah berganti, menjadi rumah-rumah yan
dibangun berjejer rapi. Mencari rumah dengan kebun yang luas pun sudah
terbilang sulit di kawasan Jakarta yang padat penduduk ini.
Yang terjadi pada hewan-hewan di hutan sana juga sama saja. Dulu,
boleh jadi Indonesia memiliki tiga jenis harimau yang berbeda, Harimau Jawa,
Harimau Sumatera, dan Harimau Bali. Sekarang? Jangan ditanya, tinggal satu
spesies di Jawa ini yang masih ada dengan jumlah populasi yang tidak seberapa.
Aku bahkan tidak memiliki kesempatan untuk melihat ketiganya secara langsung
dan mengenali perbedaannya. Yang tinggal hanyalah bacaan pada buku teks,
internet, serta ‘omongan’ para peneliti terdahulu. Mungkin harimau-harimau yang
dulu bebas berlari itu sekarang sudah menjelma menjadi hiasan rumah, tas,
sepatu, atau mantel hangat.
Aku jadi bertanya-tanya, apa aku juga akan menceritakan hal yang
serupa pada anak-cucuku kelak? Hari ini boleh jadi aku menceritakan keindahan
Pulau Condong di Lampung Selatan kepada kalian dengan mata berbinar-binar.
Pasirnya yang putih, air lautnya yang bening, ikan-ikan kecil yang bermain di
pinggiran pantai, bintang ular laut yang sibuk berputar, timun laut yang asik
menggeliat.. Kira-kira itu semua akan bertahan sampai kapan? Jangan-jangan aku
akan menambahkan banyak kata ‘dulu’ itu dalam ceritaku, “Dulu,
waktu Mama masih SMA, Pulau Condong itu indak sekali, kak…”? Atau jangan-jangan
lagi, anak-anakku bahkan tidak punya kesempatan untuk melihat betapa indah
lorengnya harimau? Ugh, membayangkannya saja mengerikan.
Ah, hanya sebuah pemikiran yang ingin kubagikan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar