Jumat, 21 Juni 2013

Aku, Kamu, dan Kita

Ini negeriku, sob. Tapi ini negerimu juga. Ini negeri kita! “Kedaulatan ada di tangan rakyat (UUD 1945 pasal 2 ayat 1)” rakyat itu adalah kita dan bukan presiden, kan? 
Menilik Indonesia tentunya akan ada ‘cerita’ dari berbagai penjuru negeri, misalnya ‘cerita’ tentang kenaikan hrga BBM yang sedang marak akhir-akhir ini. Dalam setiap ‘cerita’ tentunya akan ada tokoh antagonis dan protagonist yang akan memberi bumbu sesuai perannya masing-masing. Untuk menilai mana tokoh antagonis dan protagonist, akan kembali kepada si penilai dan perspektif yang dimilikinya. Suatu ‘cerita’ bagus atau engga pun akan kembali pada si pengamat cerita. Dan perspektif itu ternyata relatif, sob.

-Menjadi Kritis-

Dari sekian banyak ‘cerita’ yang terjadi, tentunya kita semua sebagai warga negara setidaknya perlu tahu apa yang terjadi. Berpikir kritis dan menaggapi sesuatu dengan tepat aka lebih dibutuhkan lagi. Jangan sampai kita cuma ikut-ikutan atas isu-isu yang muncul berkaitan dengan suatu ‘cerita’, baik isu positif ataupun negatif, baik isu pro maupun kontra. Karena omongan kita yang tanpa dilandasi pemikiran kritis bisa merusak, sob. Apalagi kalo ternyata lo cuma mau ‘seru-seruan’ dari semua itu. Dipikir lagi lah ya..
Menjadi kritis bukan berarti melawan. Menjadi kritis juga bukan berarti harus jadi yang paling benar, apalagi paling mau didengar. Lantas apa itu menjadi kritis? Yah, definisi kritis menurut saya adalah berpendapat mengenai suatu hal secara semsetinya dengan berlandaskan fakta dan bukti yang ada. Menurut lo apa, sob? Well, lagi-lagi definisi itu ga ada yang salah.

-Saintis bukan Apatis-

Ya, saya –insyaAllah akan menjadi- seorang saintis. Lantas apa berarti seseorang yang bukan memiliki latar sosial-politik-ekonomi boleh acuh tak acuh atsa lingkungannya? Hmm, kayanya engga gitu juga deh, sob. Ini kan negeri kita, tempat kita menghembuskan nafas sehari-hari, masa iya kita ga peduli? Trus berharap ada orang lain yang mikirin gitu? Sedih sih rasanya kalo denger ada yang ga peduli dan ga mau tau sama keadaan sekitarnya. Kalo ga mau repot-repot bertindak, seengganya kita harus tau, sob. Jangan sampe nih, terjadi sesuatu dan kita gatau sama sekali atau cuma dengar sepintas dari pembicaraan orang lain. Wah, ga update itu namanya..
Dulu saya juga berpikir bahwa sepertinya itu bukan ranah seorang saya –yang ingin jadi saintis- untuk turut ‘ribut’ dan bisa menyerahkannya pada sang ahli. Tapi ternyata jadi apatis ga seru loh, hehe. Untuk sebuah alasan egois, “mana bisa lo jual ilmu lo kalo ga paham lingkungan sekitar pasar, sob?” atau untuk sebuah kepedulian yang ga perlu alasan, kita memang mesti cari tahu tentang ‘cerita’ di negeri ini. Negeri kita, kan?

Yah, mungkin ocehan ini aneh. Tapi sekiranya saya ingin berbagi sama lo semua, sob. Berada dan menimba ilmu di kampus kuning yang dekat dan tanggap dengan ibukota ini benar-benar sebuah pengalaman seru buat saya. Ternyata kita sebagai rakyat bisa berbuat banyak, sob, ga cuma manggut-manggut saja kalau disuruh sesuatu sama ‘orang-orang atas’ sana. Kita bisa memberi kritik dan saran, mendukung, membantu, mengawasi, atau lebih kerennya memikirikan bagaimana supaya keputusan bisa dipoles demi Indonesia yang makin maju.

Jangan sampe lah ada lagi bumbu-bumbu hangus di ‘cerita’ yang bikin rasanya jadi ga enak. Malu lah, sob, sama Ibu Pertiwi. Sudah lebih dari kepala 6 umur merdekanya, jangan sampai mental pemudanya bini-gini aja, apa lagi makin buruk. Ayo lah kita majukan Indonesia ini dengan tangan kita sendiri, biar bangga Ibu Pertiwi lihat anak-anaknya kelak. Jangan lupa doain Indonesia-nya ya, sob, biar makin keren. Bismillah, ayo kita sama-sama!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar